Pages

Friday, 21 November 2014

Indonesia di Mata Bule

"Hello Mister Bule!"
"Hello Miss Bule!"

Familiar dengan panggilan-panggilan seperti itu dari orang-orang Indonesia kalo liat bule?
Ternyata mereka ga nyaman loh dipanggil dan dianggap kayak superstar seperti itu.

Saya juga baru tau sih sebenarnya. 

Jadi, beberapa hari lalu saya ketemu Kirsty, seorang gadis berkebangsaan Australia yang pernah kerja 4 tahun di Indonesia. Saya kenal Kirsty dari Hugh, seorang volunteer dari Australia yang bekerja di The Wahid Institue. Kami ngobrol soal pengalamannya Kirsty di Indonesia. Kirsty sendiri baru saja kembali tinggal di Brisbane 6 bulan lalu dan saat ini masih mengalami reverse culture shock

Kami ngobrol ngalor-ngidul, dan sampailah curcol, alias curhat colongan bahwa dia tidak senang diperlalukan dan dipanggil seperti itu. Kirsty merasa dia juga sudah jadi bagian dari Indonesia. So, nanti kalau ada teman bule yang dipanggil-panggil kayak superstar, mungkin kita bisa jelaskan bahwa orang-orang Indonesia sangat senang dan bangga kalau bisa menyapa bule, karena kita belajar bahasa Inggris di sekolah namun tapi tidak punya kesempatan untuk bicara dengan native speaker. Dengan dibilang begitu, mungkin mereka bisa lebih paham dan tidak menganggap orang indonesia 'norak' hehehehe...

Oh ya, pengalaman lucu lainnya adalah...selama di negeri Kangguru ini, entah kenapa saya mendapat banyak sekali apresiasi untuk Jokowi. Apalagi diminggu-minggu G20, orang-orang yang baru bertemu dengan saya dan tahu saya dari Indonesia bertanya  "Do you meet your President?" "He is a good man" "I like him, and don't like Tony Abbot" #ups Bahkan mereka lebih tahu kapan Jokowi tiba di Brisbane dari pada saya sendiri! Waah, saya jadi makin bangga dan percaya diri jadi orang Indonesia :)

Hal lain dari Indonesia yang diingat orang Australia adalah Bali dan Lombok. Saya agak bingung sebenarnya kenapa mereka senang ke sana padahal Queensland ternyata punya banyak pantai yang bagus. Ternyata kebanyakan orang Australia dari sekitar Queensland suka berselancar alias Surfing. Mereka bilang, ombak di pantai Indonesia (Bali) itu lebih keren untuk surfing di banding di sini. Well, saya juga  mempromosikan beberapa tempat di Indonesia yang harus mereka kunjungi, seperti pantai Sawarna di Banten. An amazing spot to surf! Meskipun begitu, Indonesia harus bersiap dengan pembangunan infrastruktur yang baik, jadi turis bisa mengakses tempat-tempat Indah lain di Indonesia, dan lebih mudah mempromosikannya. 

Seminggu kemudian, saya berkunjung ke University of Sunshine Coast (USC), dan bertemu dengan orang-orang yang sangat tertarik dengan Indonesia. Mereka belajar sejarah, politik dan bahasa Indonesia. Lebih dari itu, sebuah bagian dari kampus ini yang disebut dengan IPG (International Project Group) membuat banyak project untuk Indonesia khususnya di Lombok dan Papua. Mereka juga sering mengundang guru-guru di Papua yang menjadi target group mereka untuk berkunjung di Australia. Awalnya saya kira, mereka punya banyak mahasiswa Indonesia. Ternyata apa sodara-sodara???? Hanya 5 oraaaang!! Wooow! 

Ketika di USC, saya ngobrol-ngobrol santai dengan Pak Nick dan Mas James. Yup! Mereka dipanggil Pak dan Mas (dan wanita-wanita lain di panggil di IPG dipanggil Ibu, Mbak, dan Tante..hahahaha) Saya terkesan sekali saat Pak Nick bilang, language is the part of culture, so if we learn the language we try to learn the culture too. That's why mereka meng-address nama orang lain dengan sapaan Indonesia. Cool!

Saya juga kagum dengan Pak Nick, karena dia sebenarnya sudah lanjut usia tapi semangat belajarnya luar biasa! Dia mengambil studi tentang Indonesia dan membuat essay tentang Gusdur untuk tugas kuliahnya. Pak Nick juga mengikuti perkembangan politik Indonesia dan sangat bersyukur saat Jokowi akhirnya memenangkan Pilpres.

See?! Ada banyak orang non-pribumi yang cinta Indonesia. Lalu kenapa kita tidak?

Me at the Story Bridge

Me and Kirsty, trying the free fery



No comments:

Post a Comment