Pages

Friday 25 April 2014

Menerjang Batas, Mengejar Impian Lewat Beasiswa

Thanks God, satu impian lagi tercapai. Namun, pencapaian seseorang terhadap suatu hal kadang terlihat seperti gunung es. Kita melihat puncaknya di atas permukaan laut saat orang tersebut berhasil, tapi tidak melihat bagian es yang lebih besar dibawahnya yang justru menjadi penopang si puncak es.

Demikian juga dalam perjuangan mencari beasiswa, sebelum lolos beasiswa LPDP, ada pengalaman-pengalaman tak terlihat sebelumnya. Terlalu panjang untuk diceritakan, namun beriktu poin yang bisa dijadikan pelajaran. 

1. Keep your dream alive. 
Ketika orang-orang di sekitar kita bukan orang yang mendukung mimpi kita, ketika kita sendirian, ketika kadang ada hal lain dalam hidup yang tiba-tiba mendesak dan menuntut menjadi fokus pikiran ketika...ketika itulah kadang mimpi kita meredup. Kita lupa kalau kita punya mimpi. Aku sendiri sempat mengalami ini, tapi aku berusaha tetap menyalakan mimpiku dengan baca buku, ikut komunitas, diskusi, baca blog orang, dll. Pokoknya jangan sampai mimpimu hilang, ini sumber kekuatan utama untuk perjuangan selanjutnya.

2. Start doing something!
Aku suka sebuah quotes dari Johann Wolfgang von Goethe yang aku dapat dari baca buku 'Menerjang Batas, Mengejar Impian' begini bunyinya:

Rebutlah saat ni. Apapun yang bisa Anda lakukan atau Anda mimpikan...MULAILAH! Keberanian mengandung kejeniusan, kekuatan, dan keajaiban, Lakukan apa saja dan otak Anda akan mulai berputar; mulailah dan pekerjaan itu akan selesai.

Hal selanjutnya yang paling sulit  adalah memulai. Misal mulai cari info beasiswa, mulai kumpulin berkas-berkas untuk apply, mulai bikin essay. Kadang kita terlalu malas saat melihat list berkas-berkas yang harus disubmit. Sikap yang seperti ini yang harus kita matikan. Menurut pengalamanku cari-cari beasiswa, yang terpenting dalam cari beasiswa adalah mulai menyiapkan score TOEFL/IELTS. Tidak ada beasiswa yang tidak butuh score ini. So, sambil kamu cari-cari tentang info beasiswa, kejar referensi, cari universitas, dll kamu juga harus sambil persiapan tes. 


3. Learn form your past failures and others failures
Sebelum lolos LPDP aku gagal di Australia Awards tahun lalu. Aku belajar dari kegagalan tersebut (baca disini). Blog walking juga sangat bermanfaat. Kamu tinggal googling dan baca-baca dari blog orang (contoh: madeandi.com). Tanya-tanya dari narasumber beasiswa yang ingin kamu daftar juga bisa. Aku pernah tanya ke narasumber LPDP dan juga mendengar langsung dari narasumber Australia Awards, dan menemukan 1 kesamaan dalam alasan kegagalan tahap 1: tidak mengumpulkan berkas sesuai persyaratan awal. Misal yang sepele: yang diminta ijazah legalisir, yang dikumpulkan fotocopy ijazah tanpa legalisir. Contoh lain: syarat minimal TOEFL 500, yang dikumpulkan score 495. Jangan buang-buang waktu untuk kesalahan yang sebenarnya sangat bisa kita hindari.

4. Orang-orang terpenting adalah orang yang ada dikiri-kanan mu saat ini (lesson learned dari Gerakan Mari Berbagi)
Aku sudah buktikan beberapa kali kebenaran pernyataan di atas. Di suatu malam bulan Juli 2013, jam sembilan malam sepulang kantor aku ngeprint formulir Australia Awards di sebuah tempat ngeprint di dekat kostan. Ujung mataku melirik ke komputer sebelahku dan ternyata sedang membuka formulir yang sama. Aku dengan pede-nya menegur dan mengajak berkenalan gadis di sebelahku. Namanya Dina. Kami tidak pernah bertemu lagi setelah itu, tapi tetap kontak via whatsapp. Singkat cerita, aku dan Dina tidak lolos Australia Awards, tapi Dina lolos LPDP, sejak itu Dina sangat banyak membantuku dan menyemangatiku untuk apply LPDP. Thanks Dina! Ini juga aku lakukan ketika menunggu masuk ruangan tes IELTS, menunggu giliran beasiswa LPDP, antri di kelurahan. Selalu ada pelajaran dari tiap orang yang melintas dalam hidup kita.

5. Jangan pelit berkorban. Ada harga yang harus dibayar!
Aku berkorban banyak waktu, tenaga, pikiran, dan dana untuk mempersiapakan ini. Les IELTS waktu itu cukup mahal buatku, begitu juga dengan testnya. Ada orang yang saya kenal beberapa saat sebelum masuk ruang tes IELTS yang ternyata sudah 4x test demi mendapat score untuk beasiswa. Bertemu dengan orang tersebut jadi penyemangat juga bahwa aku bukan orang nekat satu-satunya yang berjuang. Ikut les IELTS waktu itu adalah keputusanku dan aku anggap itu investasi. Harus berhemat uang jajan dan bahkan waktu itu sempat berhenti bekerja. Those were the risks I decided to take. Aku juga keluar dari kantor, karena aku akan ditugaskan ke daerah dalam waktu yang cukup lama, yang berarti menghalangiku untuk mengurus beasiswa ini. Tapi itu bukan rumus baku, kalian bisa saja tidak les tapi mendapat score TOEFL/IELTS bagus  atau bisa mengurus semua berkas beasiswa walaupun kalian sedang di daerah lain dengan cara -cara yang lebih kreatif.

6. Technical Tips
Berikut ini beberapa tips yang bisa aku share dari pengalamanku persiapan LPDP, yang sebenernya juga bisa diterapkan di semua beasiswa
  • Persiapan tes TOEFL atau IELTS, kalau kamu ga punya waktu atau dana untuk les, kamu bisa Googling dan download aja ebooknya dari internet. Ada banyak kok. Kamu juga bisa pinjam buku dari kenalanmu yang sudah tes TOEFL/IELTS minta dia ceritakan alur tes dan gambaran tesnya termasuk waktu yang diberikan untuk tiap section test. Untuk persiapan IELTS writing, aku membaca essay-essay IELTS dan mencatat istilah-istilah yang belum aku ketahui di sebuah notes kecil yang aku baca waktu istirahat di kantor, antri transjakarta, dan aku coba pakai ketika menulis. Kelemahan ku adalah speaking, untuk melatih ini aku minta seorang teman menginap dikostan untuk membantuku. Sebelumnya, puluhan topik pertanyaan IELTS sudah ku download dari internet. Tiap tes ada limit waktunya. Setelah pelajari teorinya, bersimulasilah dengan waktu. Hm, dulu aku sempat rendah diri menganggap aku tidak pintar seperti teman-teman lain yang sepertinya gampang mendapat score tinggi. Untuk memotivasi diri sendiri untuk belajar bahkan aku menempelkan tulisan ini di kamar (masih ada sampai sekarang) ;p
  • Sambil persiapan Bahasa Inggris, buat list strategi yang mesti dilakukan. Misal: hubungi dosen A untuk surat rekomendasi, kontak bagian akademik kampus untuk legalisir ijazah, kontak pengurus organisasi untuk minta sertifikat/surat keterangan, dll. Dulu aku juga punya 1 folder list daftar beasiswa baik yang full funded atau pun partial beserta semua deadline dan persyaratannya. Ini sangat membantu memilih beasiswa mana yang sesuai dengan kebutuhan dan resources yang aku punya.
  • Ketika apply beasiswa LPDP, kamu akan diminta membuat 2 essay: Apa Sukses Terbesar dalam Hidupku, dan Peranku untuk Indonesia. Menulislah dengan hati. Ceritakan apa yang sudah kamu lakukan dan apa yang akan kamu lakukan selanjutnya. Ketika kamu melakukan tahap ini dengan hati, kamu akan sangat mudah melalui tahap wawancara. Proses menulis essay ini juga membuat aku menyadari kembali bahwa aku pernah berhasil meraih 1 mimpiku dan kali ini pun aku yakin aku bisa. Ketika menulis peranku untuk Indonesia, aku seperti sedang menguji apakah aku sedang dan akan hidup hanya untuk diri sendiri atau aku akan hidup untuk hal yang lebih besar. Semoga orang-orang yang mendapat beasiswa juga adalah orang-orang yang bukan memikirkan diri sendiri, karena orang-orang yang hanya mikirin ambisi pribadi lah yang merusak dunia ini.
  • Konsultasi dengan orang lain. Manfaatkan segala resource yang ada. Bisa tanya-tanya teman, senior, kenalan, saudara atau siapapun yang sudah lolos. Tapi ingat! Mereka juga punya urusan dan masalah sendiri. Ketika mereka lama membalas pertanyaan kita, kita yang harus bersabar. Oh ya, ada 1 forum yang mungkin juga bisa dimanfaatkan: Indonesia Mengglobal
  • Kamu bisa apply LPDP kapanpun, tapi dalam setahun ada 4 kali seleksi: Maret, Juni, September, Desember bisa disesuaikan dengan bulan apa kamu akan kuliah. Kemarin aku apply pertengahan Maret, wawancara tanggal 28-29 Maret, dan mendapat pengumuman lolos tanggal 22 April.
  • Semua info detail tentang LPDP ada di website http://www.lpdp.depkeu.go.id/. Sangat detail dan lengkap so, I will not write it down here. Please read :)
Well, itu sharing dariku dan selamat berjuang untuk untuk teman-teman yang sedang berjuang mendapat beasiswa! You can get it!


*Tulisan ini aku dedikasikan untuk Bang Azwar Hasan dan keluarga GMB yang menjadi katalisatorku mencapai beasiswa ini.

Thursday 10 April 2014

Nasionalisme di Kantor Lurah

Kejadian kecil yang berhasil membakar rasa optimis saya.

Kemarin (9 April), saya (yang hampir saja golput) memutuskan berangkat ke kantor kelurahan (lagi) setelah malam harinya dimarahi oleh petugas DPT di kantor lurah karena datang kemalaman (jam 18.50an) dan pengurusan keterangan domisili untuk pemilih tambahan sudah tutup.

Pagi hari sekitar pukul 9 saya kembali ke kantor lurah. Ditemani abang tukang ojek dekat kostan, saya keliling-keliling yang rutenya dari kostan - 15 meter sebelum kantor lurah (terpaksa harus putar balik karena ada TPS) - masuk jalan sempit penduduk (lalu ada ibu-ibu bilang semua akses ketutup TPS) - ke depan kostan lagi - muter lewat jalan kecil - akhirnya sampai ke kantor lurah *fiuhh

Saya buru-buru naik ke lantai 3 kantor kelurahan Karet Kuningan, dan mendapati sudah banyak orang mengantri di sana. Ternyata saya tidak sendiri. Mereka semua mau mengurus form A-5 agar bisa ikut memilih di pileg kali ini. Di depan saya, Ezra (baru kenalan di tempat) berasal dari Medan, ternyata anak kostan juga. Di belakang kami ibu-ibu keturunan Tionghoa bersemangat mengantri sambil membuka website kpu.go.id untuk mencari TPS asalnya. Informasi ini penting untuk mengisi form A-5. Selain kami bertiga di sekitar kami banyak bapak-bapak, wanita setengah baya, seorang wanita yang dari perawakannya sudah punya cucu, dan tentu anak-anak muda. Kalau saya perkirakan mungkin ada 40an orang yang mengantri di ruangan tersebut. Belum lagi yang sudah selesai mengurus form A-5 sebelum saya tiba.

Wah, banyak juga ya orang-orang yang masih peduli dengan bangsa dengan memperjuangkan hak pilihnya.

Sambil mengantri, seorang laki-laki paruh baya bilang "semoga 5 tahun lagi, dengan e-ktp kita tidak perlu antri lama. Scan e-ktp lalu langsung keluar kartu pemilih, dimanapun bisa langsung milih". 

"Amin ya Pak!" sambut ibu-ibu keturunan Tionghoa. "Tapi, saya di daerah asal belum dapat e-ktp, padahal 4 anggota keluarga lain sudah semua. Saya akan urus lagi sih"

Ya ampun, optimis banget orang-orang ini. Saya jadi terharu dalam hati. Walau pun ada teguran kepada beberapa anak muda yang tidak disiplin mengantri dan duduk-duduk di sisi lain ruangan padahal temannya yang lain sedang  mengantri untuk mereka, tidak ada yang mengeluh soal capek mengantri . Juga soal e-ktp yang belum didapat, si Ibu malah berkenan mengurus lagi. Beberapa orang terlihat cemas saat browser HPnya tidak bisa membuka website KPU, namun yang lain tidak diam. Kami saling bantu mencarikan lewat HP sendiri agar semua bisa langsung dapat form A5. Semua orang dalam ruangan itu tampaknya sejenak melupakan hal-hal negatif dari pemerintahan sekarang. Berpikir positif dan memperjuangkan menit-menit terakhir sebelum jatah mencoblos tiba (saat itu pukul 10an dan jatah mencoblos untuk pemilih tambahan hanya mulai jam 12-13 siang). 

Semoga harapan yang dibawa tiap orang yang saya temui di kelurahan waktu itu terwujud!

Salut untuk kebijakan surat domisili dan form A5 yang sudah dimulai walaupun belum sempurna. Semoga pilpres nanti semakin baik dan semakin banyak juga yang berpikir positif seperti Ibu dan Bapak yang saya temui.




Monday 7 April 2014

Negeri Para Bedebah & Negeri di Ujung Tanduk

Negeri Para Bedebah dan Negeri di Ujung Tanduk, karangan Tere Liye ini rasanya pas sekali dibaca menjelang masa-masa pemilu seperti ini. Ini adalah 2 buku pertama Tere Liye yang saya baca (ketinggalan banget ya!) dan menemukan bahwa saya terbawa sensasi yang diceritakan dalam novel ini.
source

Negeri Para Bedebah adalah judul pertama dari sekuel ini, diceritakan dari sudut pandang Thomas si Aku anak muda cerdas, tampan, dan berkarakter. Secara profesional Thomas bekerja sebagai konsultan keuangan dan memiliki hobi beradu tinju. Namun, justru dari hobi anehnya itulah terbentuk karakter petarung sejati dalam dirinya.

Beberapa teman bilang bahwa dengan membaca buku ini, kita jadi lebih paham mengenai perekonomian khususnya tentang bail-out Bank Century yang sempat panas di Indonesia beberapa waktu yang lalu. Walaupun fiktif, Tere Liye berhasil menguraikannya dengan menarik dan membawa pembaca seolah-olah memahami dan menyetujui penyelamatan bank bermasalah tersebut. 

Di Negeri Para Bedebah, konflik yang menjadi sorotan utama adalah mengenai pembebasan Bank Semesta yang bermasalah, sedangkan di novel Negeri di Ujung Tanduk, yang menjadi konflik utama adalah mengenai mantan Gubernur ibukota menjadi calon presiden. Perbedaan lainnya, di novel kedua ini, Thomas si pemeran utama bertambah profesi sebagai konsultan politik. Kedua novel ini juga memiliki kesamaan yaitu cerita di dalam novel terjadi dalam sekitar 3 hari. Membuat pembaca ikut deg-degan berpacu dengan waktu.

Selain alur yang membuat tegang dan penasaran akan keajaiban apa yang akan terjadi, saya menyukai karakter Opa dalam cerita ini. Opa si orang tua yang bijaksana, santai, namun kadang menyebalkan selalu berhasil membuat saya sedikit rileks setelah terbawa detik-detik mendebarkan di dalam alur cerita. Tokoh favorit lain, Maggie, si sekertaris Thomas yang berpikir sangat cerdas dan bertindak sangat cepat. Hasil kerjanya sangat memukau. Mungkin julukan yang tepat adalah super-steno-woman.

source
Tidak perlu khawatir berpikir teralalu berat ketika membaca, cerita ini juga diselingi adegan dan percakapan lucu ditengah adegan menegangkan. Selain itu, yang menjadi keunikan cerita dari sekuel ini, saya lebih sulit menebak siapa orang baik yang akan menolong Thomas dibandingkan siapa orang jahatnya.

At the end, saya selalu suka dengan quote-quote bagus yang ada di dalam buku, fiksi sekalipun, dan ini lah yang menjadi favorit saya dari kedua buku ini:

"Melakukan perjalanan, bertemu banyak orang, membuka diri, mengamati, mencoba sendiri, memikirkan banyak hal adalah cara tercepat belajar" (tokoh Opa dalam Negeri Para Bedebah)

"Sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal: suhu dan tekanan tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimanya, semakin tinggi tekanan yang diperolehnya. Jika dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya" (tokoh Kakek Lee dalam Negeri di Ujung Tanduk)

Hmm, setelah membaca kedua buku ini, saya jadi tertarik untuk membaca bukunya yang lain :)