Pages

Thursday 10 December 2015

The Disabled are Capable!


Hats off to these the young disabled people led a project to make a comic book about UK Disability History. The idea came from the the young disabled group in and well-supported by Manchester City Council. They were facilitated to acquire skills   to make this project comes true. Even the City Council seriously involved the local artist named Jim Medway to help the project. It's a very creative way and empowering at the same time. The comics then are available freely for public in Manchester Central Library. 

Maybe my my knowledge about human rights is not that broad and deep, but in my opinion, it is one of the best practice program supported by the government to respect and campaign for disability equality. 

How can this happen? I think first it's caused of respect. Respect that every people has capability to do something and never look down on someone who has limitation. That's why I personally, prefer using "diffable" term (different ability) rather than "disable". Second, the good system and team work among the govt, activists, and society. Hopefully in the future, we can see more and more good achievement like this. 

Enjoy the comic below:



















10 December 2015
Commemoration of International Human Rights Day

Friday 4 December 2015

Hujan yang Hangat

Aku baru saja keluar dari gedung tua itu. Gedung yang tak aku suka. Gedung yang baunya aneh. Gedung yang menyimpan banyak kekecewaan. Di luar, ternyata hujan menjemputku. Hari ini aku salah pakai jaket, dan payungku baru saja hilang. Aku putuskan untuk menyambutnya saja. Ku pikir sudah lama aku tidak berkuyup-kuyupan di tengah hujan. Lagipula, aku sedang ingin menangis, namun egoku terlalu besar. Mungkin air hujan bisa membantuku sedikit menyamarkannya. 

Ku langkahkan kaki keluar. Aku berjalan. Awalnya ku rasakan dia menyentuh punggung tanganku. Lalu kusembunyikan tanganku di bagian dalam jaket sambil melindungi buku yang ku pinjam dari perpustakaan. Aku berjalan lagi. Kali ini kurasakan dia menyentuh kulit kepalaku. Rambutku mulai basah. Air hujan membelai rambutku sampai ujung dan menetes ke mukaku. Sesekali aku harus menyeka mukaku. Ada yang aneh kali ini. Aku merasakan hujan kali ini sangat hangat. Aku menikmati alirannya di kepala dan mukaku ketika berjalan. Aku tersenyum. 

Aku tiba di halte bus. Ada seorang yang duduk di sana dan dia bergeser sedikit seolah memberi tumpangan agar aku bisa duduk juga. Tapi aku putuskan berdiri saja. Aku memandang ke kejauhan berharap bisku segera datang. Ternyata aku harus menunggu lebih lama. Hujan masih menemani, tapi dia tidak lagi menyentuh tangan, kepala atau mukaku. Dia hanya melihatku dari luar halte. Aku hanya merasakan sisa-sisa air dari ujung rambutku yang pendek jatuh ke leherku. 

Berdiri berbelas menit membuat aku kedingingan. Satu persatu orang yang singgah di halte itu bertambah. Selain aku ada 5 orang lainnya. Aku menyibukkan diri melihat-lihat mereka yang membawa payung atau setidaknya memakai jaket dan penutup kepala. Syukurlah, ternyata bisnya datang. Aku tidak perlu membanding-bandingkan kesialan diriku kali ini dan mengasihani diri sendiri. Terima kasih ya hujan untuk main-main malam ini. Kehangatanmu membuat aku lupa akan tangisku dan seolah datang menghiburku dan semuanya akan baik-baik saja.



Thursday 3 December 2015

Menulis untuk Diri Sendiri

Apaaaahh???
Udah tanggal 2 Desember?

Ya ampun, ga terasa ternyata aku sudah 3 bulan tinggal di Manchester! Yang bikin panik adalah aku ngerasa aku belum ada progres apa-apa, belum mengusahakan yang terbaik, dan belum mencapai target yang aku harapkan. Semua itu sebenernya bikin kepercayaan diri (self-esteem) ku agak drop. Bukan agak drop sih sebenernya drop banget. Lagi merasa ga pinter, ga sekeren temen-temen lain ditambah lagi kondisi cuaca yang gloomy. Mantab sudah! Aku baru paham dulu baca cerita seorang temen gimana dia susah banget membuat progres disertasi doktoralnya waktu cuaca lagi galau.

Sebenernya yang mempersulit adalah, bingung mau nyalurin kemana. Sejujurnya, aku belum (merasa) punya banyak teman di sini. Mungkin karena aku anaknya introvert juga ya, jadi yang dianggap benar-benar teman itu ya susah. Sama yang udah dianggap teman aja susah banget mau curhat. So, mungkin lebih banyak bermain di pikiran sendiri dan kadang di tulisan. 

Aku merasa lebay sih dengan semua perasaan ga menentu ini, tapi ya harus diakui I feel it. Teringat konsep kecerdasan emosional itu terkait bagaimana kita bisa mengenali emosi kita. So, I think it would be fine if I write about it. Mungkin beberapa waktu mendatang, ketika baca tulisan ini ada insight baru yang bisa aku dapat.

Oh ya! Aku lagi ada target baru nih! Target menulis! Ya menulis apapun lah. Sebenernya intensitas menulis kok jadi berkurang ya, mungkin karena sekarang mikirin pendapat orang lain yang baca blog ini. Padahal dulu tujuan buat blog ya emang buat tong sampah. So, ini mungkin bisa jadi resolusi akhir tahunku: 

I WILL KEEP WRITING FOR MYSELF!

Wish me luck!

- 2 Dec 2015, Main Library, UoM-

Saturday 14 November 2015

Love in Life

Should I complain about how not fair the life is?
The life that makes you don't believe in love again.
Love that always hurts you.
Is that the love what for?
People told me that love brings you happiness.
Yeah, they might be true.
But, not for me, maybe.
When the lovers express how wide, big, and deep their love is...
why am I sitting here, questioning wide, big and deep our distance is?
Unreachable!

Should I complain about how not fair the life is?
The life that makes you look like the victim,
and I'm the bastard.
The scenario that life shows is: I break your heart.
Don't you know?
I don't break yours, yet mine.
The all smiles are fake.
I'm crying inside.
It hurts me deeply because I'm not able to tell you my feeling.
I hate to realize telling you my feeling will make this life worse.

Should I complain about how not fair the life is?
The life that only hurts me without allowing me blaming on it.
No one stands by me. Not even myself.
Even my mind and my heart are against me. 
My logic makes my heart falls apart.
My heart puts my brain down for choosing you to be in love with.
My brain commands my body to keep strong and brave.
Strong to keep walking in the freezing wind and brave to let you go.

And...
at this point, I'm tired of everything happens inside me.
My heart is freezing.
I feel the warm teardrop touches my cheek.
The last feeling I had, till I'm grateful that I'm not alive again.


Nov, 2015
Manchester

Monday 9 November 2015

Upacara Remembrance Day

Tahun lalu 2014, pertama kalinya saya mengetahui hari yang bernama Remembrance Day. Waktu itu saya berada di Australia, namun saya hanya bisa melihat sekelompok orang berkumpul di tugu-tugu peringatan dari dalam bus.

Hari ini saya ikut secara langsung Remembrance Day Service di Albert Square - Manchester. Seperti hari Pahlawan di Indonesia, hari di mana masyarakat mengingat kembali orang-orang yang berjuang untuk perdamaian dan kemerdekaan (peace and freedom). Para veteran, keluarga dari para pejuang, masyarakat berkumpul dan melakukan upacara. Tepat pukul 11.00, semua orang (yang paham) diam sejenak selama 2 menit. Di Indonesia kita mengnenalnya dengan mengheningkan cipta.

Bagian terbaik dari upacara hari ini adalah doa yang dipimpin bergantian oleh para pemuka agama di Manchester (Muslim, Kristen, Katolik, Sikh, Hindu, Jain dan Jewish).

Sebuah penghormatan dan penghargaan yang indah terhadap perbedaan.















Wednesday 4 November 2015

Sampah Alan Gilbert (1) - Aditya Sofyan

7.20 PM waktu Manchester. 

Gue lagi duduk di Alan Gilbert - Learning Common. Sebuah gedung yang diperuntukan sebagai learning space buat mahasiswa University of Manchester. Tediri dari 4 lantai. Banyak cluster-cluster komputer, sofa, meja, ruang-ruang diskusi kecil. 

Di salah satu pojokan lantai 1 Alan Gilbert, ada sebuah cluster kecil yang tediri dari 6 komputer. Gue duduk di salah satu meja komputer itu, dengan lampu belajar menyala, buku catatan terbuka, dan sebuah jurnal yang ga selesai-selesai dibaca karena gue ga ngerti.

Headset merah terpasang di telinga gue. Iya merah. Gue lagi suka banget warna merah. Bukan cuma headset gue yang merah, casing handphone gue merah, buku catatan gue merah, tempat pensil gue merah, payung gue merah, bahkan gorden di kamar gue juga merah. 

Lewat headset ini gue lagi dengerin lagu Aditya Sofyan - musisi indie Indonesia. Lagu yang lagi gue dengerin waktu nulis ini judulnya Gaze. Gue suka dengerin lagu-lagunya Aditya Sofyan. Soalnya tenang banget, apalagi pas otak sama hati gue lagi amburadul gini. Orang-orang ga percaya kalau gue stress dan galau. Yaudahlah, gue simpen sendiri aja kalo gitu. 

Ketika dengerin lagunya Aditya Sofyan, di otak gue terputar sebuah episode di dalam hidup gue. Jadi kayak lagi nonton film tentang diri sendiri. Gue lupa tanggal hari itu. Tapi ada 2 orang yang gue sangat ingat. Eryo dan Gibran. Waktu itu sekitar jam 10 atau jam 11an sebelum makan siang, gue janjian sama Eryo mau nyoba cafe di daerah Kemang, namanya Reading Room. Nyari tempatnya susah sih, untuk kita naik taksi waktu itu. Tapi pas nyampe gue seneng banget, sepi! dan banyak buku! Gue nyobain kopi campur jahe. Rasanya berhasil bikin melek sih. Pisang goreng kejuya juga manteb. Fotonya masih ada di instagram gue loh (that's what my instagram for, memory and arts!)

Di Reading Room, gue belajar buat IELTS, Eryo ngerjain tugas kantor. Sorenya, kita dijemput si Gibran. Eryo dan Gibran duduk di depan, gue duduk di belakang. Waktu itu ngomongin apa ya di mobil? Kayaknya sesuatu yang serius gitu deh. Ga inget gue. Oke, memori gue tiba-tiba udah nyampe parkira GI. 

Pomede! Gue inget pomede. Si Gibran ngomongin pomede sama Eryo. Gue baru tau ada benda di dunia ini namanya Pomede, makanya memorable banget. Terus kita noton firm di GI, tapi gue lupa film apa. Ih, penasaran deh!

Oke, lalu memori gue udah di mobil Gibran lagi. Gibran muterin lagu Aditya Sofyan. Gue langsung suka banget! Pemandangannya waktu itu jalan M.H Thamrin ke arah bundaran HI, soalnya kayaknya kita mau ke Sabang deh. Gue lupa lagi, akhirnya kita kemana waktu itu. Pokoknya akhirnya nganterin Eryo ke daerah Senen, terus gue di drop ke kostan. Nah, pas jalan ke kostan itu, Gibran curhat soal.........hmm, gue lupa wanita mana yang dia curhatin waktu itu. Hahhaha *maap Gi* Pokoknya gue ingetnya kalo ngobrol sama makhluk ini kalo ga tentang   seputar passion, yang sampe berjuta-juta tahun juga ga selesai kayaknya, ya pasti soal gebetannya. Gue sampe bete, dan bilang, "Gi, gue mau dengerin apapun curhatan lo, tapi selain tentang gebetan lo". Itu settingnya juga di mobil Gibran, tapi lupa abis acara apa. Mwahahhaha....

Eh tapi, sebenernya gue kangen sih dengerin kegalauan doi. Hmm, mungkin karena mendengarkan perdebatan "pria banci vs pria brengsek" di trip terakhir bareng BBC (travel group kita), gue jadi agak paham.

Balik ke Aditya Sofyan. Setelah malam itu, besoknya gue langsung beli 3 CD-nya, dan lagu-lagunya dia yang menemani perjuangan gue belajar IELTS di musim hujan Jakarta. Settingnya Anomali Coffee - Setiabudi One Building. Gue sering duduk sendirian di situ dan itu salah satu spot favorit gue di Jakarta. Kangen!

Setelah beberapa lama, gue nonton Jazz Goes To Campus, bareng Mia (adek gue), Annies dan Mita. Kita nonton Aditya Sofyan in person. Mwahahhaha, anehnya tuh orang kok mirip si Gibran. Sungguh aneh. 

Ahhh....gue kangen Jakarta, Mungkin abis ini gue mau dengerin lagu Forget Jakarta. 

Well, ternyata gue ngabisin 7 lagu buat nulisi ini: Bandaged, Immortal Mellow, The Stalker, Carnival, Don't Look Back, Dark Side, Midnight.

Udah dulu ah nyampahnya. Balik ke jurnal dulu.

Oh ya, semoga hati dan otak gue segera sembuh!


Thursday 8 October 2015

National Football Museum

UK is identical with football, there are many well-known clubs based in the UK. In Manchester, we have 2 big clubs: Manchester City and Manchester United. Thus, National Football Museum is worth to visit either if you are a football lovers or just to fulfill your curiosity like me.

It's a fascinating museum completed with stunning technology as well. Museum does not always mean OLD. In UK, you will find how the classic old collections collaborate with good advance technology. These combination leads more attraction to the visitor to enjoy the museum.




Old football shoes




Which one are you?

First MU jersey (left)



Unique lift to help the disable visitors go upstairs


Museum Project: John Ryland Library

Hello world!

Running away from the assignment and academic things, I think I need to take the opportunity to visit as much as museum as I'm in the UK for a year ahead (and hopefully I can visit some museums in the other European countries as well).

So here the journey begins:

John Ryland is actually a library which has a enormous super old books (even the book could be older than your granpa). That's why I count it as museum. It has stunning Gothic design and I absolutely love it. It's a big lucky that this library is part of my university library and the students can have their space (reading room ) to enjoy their "silent time" if they like to do so. I think as introvert person, I will be happy spending sometimes reflecting my experience and looking for inspiration in this library.  The visitor can borrow the old books with a strong justification that she/he really needs it.

Please enjoy! (please forgive the quality and the angel of my limited mobile phone camera ;p)





Even the toilet design is very OLD!





-Manchester 2015-