Pages

Tuesday 3 October 2017

Warteg Diskriminasi

Beberapa hari lalu, saya makan di warteg dekat kantor bersama seorang teman. Tiba-tiba seorang anak kecil umurnya sekitar 6 tahun, datang ke samping kami dan meminta uang. Adik ini terlihat ga asing. Saya ingat, si adik adalah adik yang sering menghampiri Kak Agus kalau kami sedang ada acara kumpul-kumpul di sekitar Taman Amir Hamzah. Kak Agus sering cerita, si adik sering dipukuli dan belum boleh pulang kalau belum membawa sejumlah uang untuk orang tuanya.

Sudah terbiasa dengan kampanye Sahabat Anak untuk tidak memberikan anak jalanan uang, dan juga terinspirasi dari Kak Agus yang sering belikan makanan untuk si adik ini, akhirnya hari itu saya juga menawarkan si adik untuk makan. Dia semangat sekali dan bertanya apakah dia boleh makan ayam (Duh, nyes rasanya!).

Singkat cerita, si adik pesan es teh manis dan bilang nasinya dibungkus saja. Tapi saya perhatikan, si teteh yang melayani makanan dan minuman tidak kunjung mengantarkan pesanan si adik. Orang-orang yang datang semakin ramai. Permintaan si adik tidak digubris. Akhirnya saya marah ke para pelayan di warteg itu.

"Mba, ini kesian loh adiknya, udah dari tadi bolak-balik pesen. Ini kita sudah selesai makan tapi blom dateng juga pesenannya. Jangan mentang-mentang anak kecil terus kelihatan ga punya uang jadi diremehin gitu dong."

Akhirnya kedua teteh-teteh itu segera bergerak. Yang satu membuat teh, yang satu membungkuskan makanan.

Erghh kesal sekali hari itu.

Jadi pelajaran untuk kita semua ayo belajar untuk tidak mendiksriminasi orang lain, apalagi dari segi umur, status sosial pendidikan, penampilan dll.