Pages

Friday 21 November 2014

Arisan a la Australia

Udara lagi panas-panasnya di sekitar Queensland hari itu. Kabarnya ada daerah di Queensland yang sampai 43 derajat celsius. Namun di Sunshine Coast, suhu udara berkisar 39-40 derajat. Di musim panas seperti ini, kabarnya orang Australia senang ber-barbeque.

Akhirnya aku ke barbeque pertamaku di Australia. Bukan di rumah hostfamily sih, tapi berasa banget western-nya. Kami diundang kerumah teman dari host family di malam minggu. Mereka kaya banget. Landlord! Punya kuda bermata biru. Oh! Sebut aku norak! But I am!

Waktu kami tiba, aku agak grogi. Maklumlah, belum pernah ke pesta-pesta seperti ini. Aku sendiri juga sebenarnya tidak terlalu suka keramaian. Anak-anak berenang di kolam renang. Bapak-bapak mulai bakar-bakar dan main gitar. Ibu-ibu ngeluarin makanan dan minuman yang mereka bawa sendiri. Yup. Itu tradisinya! Semua kontribusi bawa makanan dan minuman dan ikutan cuci piring sebelum pulang. 

Aku mulai bingung, ke bagian mana aku harus bergabung. Akhirnya saya ketemu 1 anak muda, namanya Jenny. Ternyata dia dari Jerman dan udah lama tinggal di Sunshine Coast dan jago surfing. Setelah ngobrol dengan Jenny...saya lihat sekeliling tiap orang ga cuma ngobrol dengan 1 orang, tapi berpindah-pindah. Well, saya beranikan diri untuk mencoba juga.

Canggung sih, tapi ya udah kecemplung. Nikmati saja, pikir saya. Syukurnya, mereka ramah-ramah banget. Cerita tentang Indonesia, Bali, Jokowi (lagi) dan tentunya tentang program homestay. Ternyata banyak yang tau Jakarta dan Bali. Yah, lumayan lah buat ngobrol.

Bosan ngobrol soal Indonesia, saya pindah lagi ke gerombolan ibu-ibu di meja makan. Ternyata lagi ngobrol tentang pendidikan anak, jurusan, gimana menghadapi anak remaja, dll. Yeaa...kayak arisan gitu deh...makanya saya bikin judulnya arisan bukan barbeque...hehehe

Dari kumpulan ibu-ibu yang ngobrolin anak remaja, saya dapat kata gaul baru, "schoolish" Jadi di Australia, anak-anak SMA yang baru lulus punya tradisi melakukan schoolish untuk merayakan kelulusan. Biasanya pergi ke Gold Coast, Bali, Thailand atau tempat lain dan biasanya mabok-mabokan...well...

Orang-orang di pesta barbeque malam itu minum wine, tapi tidak ada yang mabok. Saya melihat sebenarnya Barbeque party ini adalah media bagi orang Australia untuk bersosialisasi. Yaah, kalau orang bilang Australia atau budaya western lainnya itu individualist, I don't think so. Look at this! Oh ya, satu lagi...ibu-ibu kalo ngumpul ga ngomongin kejelekan orang lain. Rasanya juga kekeluargaan banget, lovely! Makanan sisa dibawa pulang lagi, piring-piring dicuci, dan semua orang pulang.

Malam harinya, Amanda (hostfamku) bertanya apakah Indonesia punya tradisi semacam ini. Aku bilang Indonesia punya arisan, tapi tuan rumah mempersiapkan semuanya. Wow! she said. Amanda kelihatannya kaget. Yeaah, maybe in the future, aku akan menginisiasi arisan a la Australia dengan teman-teman :) 






Learning from Silky Oaks

Bertemu orang-orang yang inspiratif memang selalu menyenangkan. Kali ini, saya bertemu dengan Darren Frame, CEO of Silky Oaks. Silky Oaks merupakan organisasi non profit yang bergerak di bidang proteksi dan pengembangan anak-anak yang berlokasi di Manly Road, Brisbane. 

Hari itu, Darren membawa kami berkeliling melihat setiap bagian dari Silky Oaks. Program mereka terbagi menjadi 4 besar, yaitu: Residental Care, Counseling & Outreach, Supported Accomodaation, Child Care dan Corporate Service. Organisasi ini memiliki 110 staf dan 100 lebih orang volunteer.

Saya sendiri kagum kepada Darren sendiri. Ketika bicara dan menjelaskan kepada kami, dia terlihat sangat passionate dan pastinya inspiring. Saya senang sekali, ketika tahu dia akan menjadi salah satu pembicara di Leadership Camp kami sebelum peserta homestay kembali ke Indonesia. 

Darren berbagi mengenai banyak hal tentang Silky Oaks yang bisa kita ambil insightnya. Berikut ini beberapa hal yang saya tangkap dari pengalaman Darren yang ia ceritakan:

Seorang pemimpin, harus memiliki kreativitas ketika melihat potensi. Dia harus memikirkan apa yang menjadi kebutuhan target group atau komunitasnya. Sebagai contoh, jika kita mempunyai sejumlah uang untuk mengembangkan organisasi, bisa saja kita gunakan untuk membuat bangunan baru. Namun, karena fokus organisasi adalah anak-anak, maka uang tersebut juga bisa digunakan untuk mengembangkan kemampuan staff dalam menghadapi anak-anak karena yang dibutuhkan anak-anak adalah kondisi yang nyaman. Jika anak-anak sudah berhasil dibuat merasa aman dan nyaman maka intervensi selanjutnya bisa dilakukan.

Jangan membuang ide lama yang belum berhasil. Silky Oaks sebelumnya pernah membuat program antar jemput dengan mobil yang dimodif/dicat seperti mobil balap, untuk membuat anak-anak merasa excited. Entah kenapa (saat itu saya kurang paham penjelasannya), namun kemudian bisnis ini tidak berjalan dengan baik. Ternyata ada perusahaan lain yang menggunakan ide ini, dan berjalan lancar. Yang seharusnya dilakukan adalah mengevaluasi dan mengimprove ide tersebut sehingga lebih kontekstual dan berjalan lebih efektif.

Leaders share their vision. Ketika Darren merekrut staff, yang dia lihat lebih dalam bukanlah kemampuan teknis dari orang yang kandidat. Darren akan berbagi mengenai visi dan nilai-nilai darinya dan menawarkan hal tersebut kepada kandidat. Ia memberikan contoh ketika merekrut Aaron sang Accounting Manager. Dia bertanya kepada Aaron apakah memiliki passion yang sama terhadap visi yang ia miliki. Darren bercerita bahwa jika seorang karyawan tahu betul apa yang menjadi visi dan passionnya, maka setiap bagian apapun itu akan berusaha semaksimal mungkin melakukan yang terbaik dengan skillnya.

Give encouragement. Suatu hari, orang tua dari seorang anak mengirimkan email ucapan terima kasih bahwa Silky Oaks membawa perubahan yang positif untuk anaknya. Hal-hal simple seperti ini, ternyata menjadi rewards untuk semua staff yang tentunya memiliki passion dan visi yang sama tadi. Darren menyebarkan email tersebut kepada semua orang, untuk menunjukkan bahwa usaha yang mereka lakukan di tiap bagian menimbulkan dampak yang positif.

Make a difference. Make an organization that not only help people in need, but help other people to have opportunity to help people in need. Hal ini diimplementasikan salah satunya lewat op shop. Di program op shop, semua individu dan organisasi bisa menyumbangkan barang-barangnya seperti sepatu, baju, tas, boneka, buku, dekorasi, dll. Orang-orang dari Silky Oaks kemudian menyortir, memberi harga, dan menjual kembali barang-barang bekas tersebut di toko mereka dengan harga yang sangat murah. Uang yang terkumpul kemudian digunakan untuk membantu program anak-anak dan harga yang sangat murah juga tentu membantu para pembeli. Banyak orang yang terbantu. Di Indonesia, hal-hal seperti ini juga mungkin kadang terjadi, tetapi tidak konstan, hanya 1 hari dalam rangka penggalangan dana event tertentu. Ide ini juga mungkin bisa dibuat di Indonesia kali ya? 

Sekian dulu pelajaran dari Darren Frame dan Silky Oaks. Semoga dapat hal baru lagi nanti di camp :)



 

Indonesia di Mata Bule

"Hello Mister Bule!"
"Hello Miss Bule!"

Familiar dengan panggilan-panggilan seperti itu dari orang-orang Indonesia kalo liat bule?
Ternyata mereka ga nyaman loh dipanggil dan dianggap kayak superstar seperti itu.

Saya juga baru tau sih sebenarnya. 

Jadi, beberapa hari lalu saya ketemu Kirsty, seorang gadis berkebangsaan Australia yang pernah kerja 4 tahun di Indonesia. Saya kenal Kirsty dari Hugh, seorang volunteer dari Australia yang bekerja di The Wahid Institue. Kami ngobrol soal pengalamannya Kirsty di Indonesia. Kirsty sendiri baru saja kembali tinggal di Brisbane 6 bulan lalu dan saat ini masih mengalami reverse culture shock

Kami ngobrol ngalor-ngidul, dan sampailah curcol, alias curhat colongan bahwa dia tidak senang diperlalukan dan dipanggil seperti itu. Kirsty merasa dia juga sudah jadi bagian dari Indonesia. So, nanti kalau ada teman bule yang dipanggil-panggil kayak superstar, mungkin kita bisa jelaskan bahwa orang-orang Indonesia sangat senang dan bangga kalau bisa menyapa bule, karena kita belajar bahasa Inggris di sekolah namun tapi tidak punya kesempatan untuk bicara dengan native speaker. Dengan dibilang begitu, mungkin mereka bisa lebih paham dan tidak menganggap orang indonesia 'norak' hehehehe...

Oh ya, pengalaman lucu lainnya adalah...selama di negeri Kangguru ini, entah kenapa saya mendapat banyak sekali apresiasi untuk Jokowi. Apalagi diminggu-minggu G20, orang-orang yang baru bertemu dengan saya dan tahu saya dari Indonesia bertanya  "Do you meet your President?" "He is a good man" "I like him, and don't like Tony Abbot" #ups Bahkan mereka lebih tahu kapan Jokowi tiba di Brisbane dari pada saya sendiri! Waah, saya jadi makin bangga dan percaya diri jadi orang Indonesia :)

Hal lain dari Indonesia yang diingat orang Australia adalah Bali dan Lombok. Saya agak bingung sebenarnya kenapa mereka senang ke sana padahal Queensland ternyata punya banyak pantai yang bagus. Ternyata kebanyakan orang Australia dari sekitar Queensland suka berselancar alias Surfing. Mereka bilang, ombak di pantai Indonesia (Bali) itu lebih keren untuk surfing di banding di sini. Well, saya juga  mempromosikan beberapa tempat di Indonesia yang harus mereka kunjungi, seperti pantai Sawarna di Banten. An amazing spot to surf! Meskipun begitu, Indonesia harus bersiap dengan pembangunan infrastruktur yang baik, jadi turis bisa mengakses tempat-tempat Indah lain di Indonesia, dan lebih mudah mempromosikannya. 

Seminggu kemudian, saya berkunjung ke University of Sunshine Coast (USC), dan bertemu dengan orang-orang yang sangat tertarik dengan Indonesia. Mereka belajar sejarah, politik dan bahasa Indonesia. Lebih dari itu, sebuah bagian dari kampus ini yang disebut dengan IPG (International Project Group) membuat banyak project untuk Indonesia khususnya di Lombok dan Papua. Mereka juga sering mengundang guru-guru di Papua yang menjadi target group mereka untuk berkunjung di Australia. Awalnya saya kira, mereka punya banyak mahasiswa Indonesia. Ternyata apa sodara-sodara???? Hanya 5 oraaaang!! Wooow! 

Ketika di USC, saya ngobrol-ngobrol santai dengan Pak Nick dan Mas James. Yup! Mereka dipanggil Pak dan Mas (dan wanita-wanita lain di panggil di IPG dipanggil Ibu, Mbak, dan Tante..hahahaha) Saya terkesan sekali saat Pak Nick bilang, language is the part of culture, so if we learn the language we try to learn the culture too. That's why mereka meng-address nama orang lain dengan sapaan Indonesia. Cool!

Saya juga kagum dengan Pak Nick, karena dia sebenarnya sudah lanjut usia tapi semangat belajarnya luar biasa! Dia mengambil studi tentang Indonesia dan membuat essay tentang Gusdur untuk tugas kuliahnya. Pak Nick juga mengikuti perkembangan politik Indonesia dan sangat bersyukur saat Jokowi akhirnya memenangkan Pilpres.

See?! Ada banyak orang non-pribumi yang cinta Indonesia. Lalu kenapa kita tidak?

Me at the Story Bridge

Me and Kirsty, trying the free fery



Take the Opportunity, Share the Values!

Kesempatan memang harus dicari. Bukan ditunggu. Dia tidak akan

datang sendiri, jika kita hanya berdiam diri. 

Saya ingat bulan lalu ketika saya belum berangkat untuk Program Homestay ini, saya sangat sedih. Saya tidak berhasil membuat komunikasi dengan insitusi di Australia baik untuk melakukan kegiatan voluntering maupun kunjungan. Bahkan, saya tidak berhasil berkomunikasi dengan calon keluarga angkat saya di Australia di saat teman-teman yang lain tampak sudah menjalin komunikasi dengan mereka dan bahkan calon host family mereka membantu menelepon organisasi yang ingin mereka kunjungi dan mengatur serangkaian kegiatan untuk mereka. 

Saat itu saya agak sedih dan agak tidak bersemangat. Tapi, saya ingat betul waktu itu Bang Az (Inisiator GMB) bilang, buka semua link yang Matt (Country Representative kami di Brisbane) berikan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam 1 bulan ini. Saya pikir betul juga. Link demi link saya buka, dan terkadang menghubungkan ke link yang lainnya. Melalui kegiatan internet surfing tersebut saya mendapatkan kontak berbagai lembaga. Saya pikir ini seperti menangkap ikan. Tebar saja jalanya (dalam hal ini email) ke semua lembaga yang kira-kira menarik. Salah satu yang menangkap umpan saya adalah 4EB Radion Station. Radio yang fokus pada multiculturalism di Brisbane. Mereka memberikan saya kesempatan untuk mengisi salah 1 talkshow di radio tersebut. Excited! tapi juga menegangkan! Saya tidak pernah berpikir sebelumnya bahwa saya bisa bicara di sebuah radio luar negeri! Yang warna kulit, warna rambut, makanan dan bahasanya berbeda dengan saya. Di Indonesia, saya pernah beberapa kali menjadi perwakilan organisasi untuk bicara tentang Jambore Sahabat Anak. Tapi ini beda! Ini di luar rumah! Saya sangat takut sebenarnya, tapi ini kesempatan yang saya tunggu! Challenging! Saya sangat takut pesan yang ingin saya sampaikan tidak bisa saya artikulasi dengan baik.

Well, finally, the day has come. Saya sampai di kantor radio tersebut di Brisbane di hari dimana orang-orang di Brisbane berada di rumah, karena hari itu adalah hari libur untuk mendukung lancarnya event G20 di kota Brisbane. Rekaman berlangsung sekitar 2 jam. Fiuuuh!! Finally done! Kalau saya ingat-ingat bahasa Inggris saya ga terlalu baik saat itu. It made me feel terrible! Yah, tapi saya berusaha mengulang-ulang point yang ingin saya sampaikan terkait nilai-nilai yang kami dapat di Gerakan Mari Berbagi, yaitu tentang toleransi, berbagi dalam perbedaan, dan hidup tidak hanya untuk diri sendiri. Yah, semoga para pendengar bisa menangkap pesan tersebut.



Terlepas dari kekurangan dari diri saya (yang tentu saja harus terus diperbaiki), saya merasa sangat senang dan bangga karena saya berhasil mengalahkan diri sendiri dan mengambil kesempatan ini. 

Monday 17 November 2014

Joining Baha'i Community in Sunshine Coast

Well, actuallu I don't believe that it was a coincidence.
I met a new friend, Sandra on Monday, and she invited me to her community on Tuesday.
She is a Baha'i and she was very interested listening to my explanation about GMB Program and she thought that GMB values are aligned with what Baha'i believe. 

Sandra gave me a small card and it is what written on the card:

Baha'is believe in:
One God
The Oneness of Humankind
Independent investigation of Truth
The Essential Harmony of Science and Religion
Equality of Men and Woman
Elimination of Prejudice of all kinds
Universal Compulsory Education
Spriritual Solution to Economic Problems
A Universal Auxiliary Language
Universal Place Upheld by a World Federation.
I and Sandra discussed about equality of men and woman. She said that Women and men should be like bird's wings. They are equal, and have to work together in harmony. What will happen if the bird just has 1 side of wings works? It can't fly! It will fall down! It will happen to the world as well! 

It was lovely being among them. They made me really comfortable.
They celebrated Bahá'u'lláh's (Baha'i leader) birthday on that night and they did like reflection session of Bah'u'llah's teaching. Some songs about peace and unity were sung. After the session, everyone on the meeting introduced themselves, included me. They was amazed of what GMB and what we do in our Giving Back Program. I couldn't believe that they thanked me for sharing and inspiring them, I thought I was the one who learned from them. Peace and better life or every human in this world becomes our dream. They asked me to keep doing the good things to help out society and keep promoting what GMB done.





Day 5: Keep Traveling, Keep Learning

11/11/14

Today is National Remembrance Day in Australia. The Australians usually have a one minute silence to remember about the soldiers that passed away in the war where ever they are. In some places, like schools, they held a ceremony. Families of the soldiers are welcome to talk so the young generation can feel the history too. Actually, national ceremony is not too often to do in Australia school, but when they do it, they really mean it. Routine sometimes kills the substance, doesn't it?  



I did volunteering activities today in other U3A class. The class was Travel Chat. I helped Maureen to help to prepare the class. The meeting used a space in Caloundra Public Library. We arrange the seats and snacks. The class started at 1 pm and one of the member shared about his experience traveling around France and Italian. The members were very excited and actually not all of them travel much. However, they love to listen to others story when traveling abroad. A new way to enjoy other parts of the world without money, huh?

I also got opportunity to introduce myself there and why I was there. I told them that I also loved to travel because by traveling, I could meet a lot of people, observe, do a new thing. I believe traveling is a funnest and fastest way to learn. I also suggested them to travel around Indonesia. 



Sunday 16 November 2014

Day 4: Be Independent and Enjoy Life!

It was Monday!
Busy day!
Start the real daily life in Australia!
Really excited!

It was my first time to catch bus in Australia. Actually, Sunshine Coast doesn't have that much public transportation. So, I was a little bit nervous but the driver greeting made me so comfort! "Hi! How are you!" (See! Simple greeting makes real impact! AGAIN!) 

I tapped my card on the machine, and it showed that it's insufficient. I asked the driver how I could do top up for my card. He said that I could give the cash money, and he recharged it. Then, ready to go!

I looked around in the bus, tried to find the map so I could predict when I had to stop. Unfortunately, I couldn't find it. Ah, I started miss Transjakarta. Hmm, I had to asked someone. A young woman helped me in the bus and she told me where I could stop. 

After 45 minutes, I arrived at my destination. I got surprised along the trip because everyone who stepped down always say "Thank you, and have a great day!" to the driver and the driver REPLIED! Again! I was impressed! In my life time, I found it as a very rare experience. Well, some people say thanks to the public transportation. Some drivers reply, some don't. Yet, I find it consistent habit in Australia. Amazing!

With a wonderful feeling, I went to the cinema to join one of University of Third Age activities. I love their motto: Never stop learning! We were going to watch a movie "This is where I leave you." I waited for the the PIC for an hour, and when the movie was about to start, she texted me "Go into the movie, we meet afterwards" Haiyaaahh!! I thought that the group would buy the ticket together. I got wrong! Sue, the PIC told me that they usually buy the ticket by themselves and meet after the movie ended. Culture shock! In Indonesia, I used to buy the ticket together if we are in a group. Hmm, really independent, isn't/ So, everyone is responsible of him/herself. No one will be late because of waiting other people. Nice lesson!

We went to a cafe to discuss about the movie. Actually, the movie was about complicated family story. All of the family member had different story. One of them got divorced because the wife cheated with the husband's boss, one of them tried so hard to have kids, one of them had a complicated relationship with his personal therapist, one of them became lesbian after the husband passed away. COMPLICATED! (at least for me). They said that it might be unrealistic for my culture (Indonesia) but it happens in Australia and America. Yeah, I forgot that I had to be broadminded.

One nice lesson I got from the movie is:
"Sometimes we are too busy looking for a perfect life and we don't really feel loved. But in fact, life is not perfect, sometimes irrational and complicated. So, be gratitude and love your life."
Oh, I tell you about the U3A member I met on the meeting. They are really independent! They are all about 65 years old and retired. Sue, the PIC, she uses 2 walking sticks, but she drives by herself! Kyaaaa!!! Not only Sue. Sandra and other women also drives by themselves. Impressive! They said that they had to be.

The conversation went nicely, we talked about the film, I also told them why I were in Australia. They were impressed with the purpose of this homestay program about learning about totally different culture and promote about sharing in diversity. One of the lady told me that she was a Baha'i and she invited me to Baha'i community (I'll write about it later). Oh my God! I was really excited!

At the end of the meeting, they talked about what they felt when they lost their husband. Yeah, most of them are widow. They said that they felt rejected and angry when they husband died before them, and they need quite long time to bounce back. They were angry because the husband left them first. So, in this group, they are also like a support group to each another. They looked very enjoy this group. I think Indonesia also need this kind of organization that help elderly people to keep learning and enjoy their life.







Day 3: Respectful People

It was Sunday. Amanda has a habit to walk along the beach on weekend. So, I woke up at 6 and joined her to have a morning walk. It was my second time having a morning walk along Coolum Beach. On our way, we met Amanda's friend. Oh, she seems know everyone! I was very impressed about how friendly Australian are, especially in Sunshine Coast. They greet one another, or just for saying "How are you!" "Have a great day!" "It's a beautiful day, isn't it?"

If people say, Indonesian are friendly, I think Australian are friendly and genuine too. I feel that they are genuine. Every morning my hostfamily asked me "How's your sleep?" "How's your day?" Frankly speaking, I felt discomfort at first. It might be I'm used to live alone and never been treated like that. But after that, I feel really happy when they ask. I feel that they are really care about me and want to make sure I have a good time in Australia. I feel surprised how that simple question can make you really worthy.

"How was your day?" a very short question, just need less then 1 second to say, but makes impact.
Back to the beach. Amanda introduced me to everyone she knew on the beach. I felt really respected.  The people asked me which part of Indonesia I come from, so I tell them about Jakarta, where I live now, and Jambi (Sumatra Island in general) that is my hometown. Most of Australian go to Bali, and they are very familiar with Bali. They told me that they have beautiful beaches in Sunshine Coast, but Bali is really good for surfing because it has good wonderful wave to surf. Then, I told them about other places to surf in Indonesia, and they have to go there someday.
The weather became hotter, then we went home. I had some fruits and yogurt for breakfast. It was very unusual for me because my tummy would be in trouble if it had something sour in the morning. But surprisingly, it was good. No problem at all. I think my stomach adapted well. 

It was Sunday, but I didn't go to church. I just knew that my hostfamily doesn't go to church. But their parents do. So, they told me that I could go to church with the Grandma and Grandpa next Sunday. Then, before the lunch time, we went to Sunshine Plaza to buy something with Senate and also her beautiful daughters Santhosa and Nirvana. They are African-American family, but they love Buddhism things. They have a lot of Buddha Statue at their home, but they are actually not Buddhist. Cool, isn't it?! I get amazed how Australian can express their belief and what they like freely. 

There was something different in the deptstore. It was my first time looking and using a self service - pay machine. The buyer can scan the stuff they buy and insert the cash money or credit card into the machine and voila! You're done! Simple and effective! The other good thing is, you should not worry if you are unfamiliar with the machine. There is always someone who stand by to help you and ask you if you need help or not. I also love how the salesperson greet us after we visiting the store. They will greet "Hi, how are you?" when we arrive at the cashier and say "Thank you, have a greet day!" after we paying the stuffs. Lovely!

In the afternoon, Grant's parent came to our house for afternoon tea. I found out they are a really good Christian. But Grant's and his family don't go to Church. Wow! How come they still have a very warm relationship and communication! I realized that they respect every individual choice. Oh, can we do that also in Indonesia? I bet Indonesian parents will be very angry if their son/daughter declares that they want to have different religion. We had a really good time that afternoon while eating the butter cake I and Grant made the night before.



Every single individual is exposed to different experiences, thus each of us might reflect and decide in our life differently. 


Saturday 15 November 2014

Day 2: Beautiful Sunshine Coast

Day 2: 8 November 2014

Saya bangun pukul 6 pagi. Kira-kira itu sekitar jam 3 di Jakarta. Sebenarnya masih lelah, tapi saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Pagi itu, Amanda, Grant, dan Manon jalan pagi di sepanjang pantai Coolum. Lewis, 15 tahun, anak tertua di keluarga ini sedang menginap di daerah Gold Coast untuk surfing bersama teman-temannya. Jadi pagi itu ada kami bertiga. Oooh!!! Saya merasa beruntung ikut bangun pagi. Pantai Coolum ternyata sangat indah! Keluarga Grant dan Amanda ternyata punya kebiasaan sangat sehat. Mereka beberapa kali dalam seminggu ke pantai Coolum (10 menit dari rumah mereka dengan mobil) untuk jalan pagi. Mereka juga tidak banyak makan daging merah. Minum teh hijau setiap pagi dan banyak makan buah. Well, saya yang tadinya harus makan nasi sebelum makan buah, selama disini harus bisa makan buah dan yogurt untuk sarapan. Challenge accepted!




Setelah jalan pagi di sepanjang pantai, kami pergi ke sebuah cafe di sekitar Coolum Beach. Saya kaget, ternyata Grant pergi ke swalayan di seberang cafe dan kami bertiga (aku, Amanda, dan Manon) duduk-duduk cantik menikmati kopi di cafe. WOW! Unique experience! Di rumahku di Indonesia, ini hampir mustahil terjadi. Para ibu belanja, para bapak duduk-duduk. Ini menunjukkan di keluarga ini, ada kesetaraan. Pekerjaan rumah bukan hanyak tanggung jawab ibu tapi juga tanggung jawab semua anggota keluarga. Di akhir pekan, keluarga Grant membersihkan rumah mereka yang indah. 

Sekitar jam 11 siang, kami pergi lagi ke sebuah pasar tradisional di Sunshine Coast. Nama pasarnya adalah  Eumandi Market. Pasar ini hanya ada di akhir pekan dan orang-orang dari sekitar Queensland pergi ke pasar ini untuk berburu barang-barang unik. Aku suka sekali suasananya yang ramah, aman, dan menyenangkan. Amanda mencari kenang-kenangan untuk temannya yang akan pindah kerja. Aku sendiri tidak membeli apa-apa karena terlalu dini untuk belanja...hehehe....




Amanda, Beth, Pida




Di Eumundi kami bertemu Beth, wanita yang beberapa kali ke Indonesia. Beth ternyata punya toko suvenir di pasar ini. November ini Beth akan pergi ke Indonesia untuk mengunjungi saudaranya. Hopely, Beth will enjoy her time in Indonesia.

Kami kembali ke rumah untuk makan siang, dan sehabis makan siang aku bermain dengan Manon. Ternyata, ketika aku bermain dengan Manon, Grant dan Amanda mempersiapkan makan malam untuk dibawa ke pantai. Wooowww...how lovely they are! Sekitar jam 6 kurang, kami pergi ke pantai untuk dinner. Daaaan....taraaaa...ternyata makan malamnya adalah nasi dan kari ikan! Walaupun rasanya tidak semedok di Indonesia, tapi saya sangat menghargai mereka! Thank you! It was a lovely day!




And, the fun was not end! Sehabis makan malam di pantai, Grant traktir aku dan Manon makan es krim. Brrrr....gilak dingin banget sebenernyaaaa....abis kena angin di laut, makan es krim. Dalam hati aku mikir ya ampun, kampungan banget sik...harus kuat! harus kuat! Tapi yah, nikmati aja....



Day 1: Selamat Datang! Gold Coast hingga Sunshine Coast

Jumat, 7 November 2014 adalah hari pertama kami menginjakkan kaki di negara sekaligus benua Australia. Kami tiba di bandara Gold Coast sekitar jam 8 pagi. Bandara Gold Coast sebenarnya di luar ekspektasi saya, cukup kecil namun rapih dan teratur. Setelah turun dari pesawat, kami mengikuti semua prosedur imigrasi yang harus dilakukan. Semua pertugas sangat membantu, beberapa dari mereka mengajak ngobrol ketika kami sedang antri. Saya sempat deg-degan ketika salah satu dari mereka meminta paspor saya dan membawanya ke dalam sebuah ruanga. Untunglah, tidak terjadi apa-apa. Wanita yang meminjam paspor saya tersebut kemudian mengembalikannya dalam beberapa menit kemudian. Namun, ada hal yang tidak menyenangkan sebelumnya. Koper Sherly, salah satu peserta homestay tidak sampai di Gold Coast sementara sore hari ia akan terbang ke Sydney. Sherly pasti tidak tenang, tapi ia berusaha tetap menikmati kegiatan di Brisbane.

Sebelum meninggalkan bandara, kami membuka amplop yang diberikan Bang Az sebelum kami  meninggalakan Setiabudi.Ternyata isisnya adalah surat motivasi untuk melakukan yang terbaik selama homestay dan tambahan uang saku. Horay! Semua bersorak.

Kami meninggalkan bandara segera setelah itu karena kami harus mengunjungi sebuah gereja di Brisbane dan melakukan performance di sana. Namun sebelumnya kami mengunjungi Mooth-tha Mountain, sebuah bukit di Brisbane, dimana kita bisa melihat seluruh kota Brisbane. Di sana secara tidak sengaja kami juga bertemu dengan 2 orang Indonesia dan berbincang sebentar. Mereka bersemangat sekali dan memberikan salam 3 jari (salam kesatuan Indonesia)

Puas berfoto di Mt. Mooth-tha, kami melanjutkan perjalanan dan karena hari itu hari Jumat, beberapa teman ingin melakukan sholat Jumat. Kami menurunkan para pria di sebuah masjid di Holland Park. Sayangnya, kami salah perhitungan, waktu sholat Jumat di Jakarta berbeda sekitar 2 jam dengan Brisbane. Singkat cerita, para gadis pergi ke rumah Matt (Country Representative for GMB in Australia) untuk makan siang, dan para pria pergi ke Masjid. Kami bertemu di Uniting Church sekitar pukul 3 pm. Di sana kami bertemu dengan beberapa orang-orang dari gereja dan bertukar cerita. Beberapa dari mereka sudah pernah ke Indonesia bagian Bali. Seorang dari mereka bernama Ruth menasihati kami bahwa kami sangat beruntung dan harus bersyukur dengan apa yang kami miliki. Ya tentu saja, saya sangat bersyukur untuk kesempatan ini. Ketia ia tahu aku dan Kak Indah adalah anak pertama di keluarga kami, ia mengingatkan kami agar bisa menjadi contoh yang baik. Kami mengobrol santai sambil makan buah dan kue khas Australia: Lamington. Rasanya seperti bolu dari kelapa. Tadinya kami mengira akan ada seperti stage atau space untuk kami semua berdiri, tetapi semua yang hadir duduk melingkar namun tetap menyenangkan. Kami bersama-sama bernyanyi lagu Waltzing Mathilda dan Rame-rame.


Sekitar jam 4 sore, host family saya, Amanda menjemput saya di gereja dan saya harus berpisah dengan teman-teman lain. Rasanya agak sedih sih berpisah dengan mereka, but we have to...to make our own story! 

Di perjalanan, kami ngobrol tentang apa yang akan saya lakukan selama di Australia. 2 jam kemudian kami tiba di sekolah Manon (anak perempuan Amanda dan Grant, di kelas 5), St. Andrew School. Ternyata malam itu adalah malam konser untuk klub musik di sekolah mereka. They were awesome!!! Manon tampil di beberapa performance, tetapi kami ketinggalan 2 performance sebelumnya. Saya sangat lelah, tapi karena pertunjukan yang sangat keren, akhirnya saya tetap bertahan hingga selesai.


Bukan cuma nyanyi, mereka juga main alat musik loh yang keren-keren kayak terompet, saxophone, biola, dll...semua belajar di sekolah. Anak-anak di sekolah ini belajar di klub musik pagi hari sebelum mereka mulai pelajaran di kelas. Keren huh? Sekolah dimulai dengan kegiatan yang mereka sukai. Anak-anak juga diajarkan disiplin dan bangun lebih pagi jika ingin belajar musik. Hmm, berharap suatu hari nanti sekolah-sekolah di Indonesia juga bisa memberikan kesempatan anak-anak untuk mengeksplor dan mengekspresikan hobinya :)