Pages

Sunday 6 November 2016

Saya dan 411

Adakah yang pernah bertanya bagaimana pendapat seorang non-Muslim seperti saya dalam memandang wajah Islam setelah kejadian 411? 

Mari kita simpan dahulu pertanyaan ini. 

Beberapa hari kebelakang adalah fenomena yang sangat menarik, kontroversi di mana-mana, yang menurut saya tidak perlu naif untuk dihindari. Disonansi kognitif terjadi, pergulatan sebenarnya tejadi di dalam diri kita sendiri. 

Bagaimana pergulatan yang terjadi dengan saya? 

Konflik saya tentang Ahok

Tidak usah bicara soal kebijakan yang kontroversi, karena itu biasa dan dapat terjadi di semua pemimpin. Tulisan ini, berangkat dari permasalahan awal Ahok yang dianggap menistakan agama Islam. Reaksi saya saat pertama kali mendengar adalah malu. Sangat malu. Pasalnya, saya tahu beberapa kali ucapan-ucapan Ahok di beberapa kesempatan sangat menggambarkan apa yang saya imani secara Kristiani. Tapi di lain sisi, saya sedih dan malu ketika beliau sudah mengeluarkan kata kotoran manusia itu.  Saya patah hati. 

Namun teringat postingan seorang teman jauh sebelum kejadian ini: "we just sin differently". Ini obat pergulatan saya yang pertama. Saya berusaha membaca berita, pendapat orang-orang yang pro dan kontra, termasuk mencari tahu klarifikasi beliau sendiri soal gaya bicara ketika marah dan soal penistaan agama. Yang banyak membantu saya dapat perspektif lain adalah video ini (tentang gaya bicaranya) dan video ini (tentang si penistaan agama). Saya mendapati bahwa beliau punya alasan melakukan itu semua, tapi saya juga belajar dari beliau tentang tidak berkeras hati untuk dikoreksi. Konflik saya dengan diri saya sendiri tentang Ahok sudah selesai. Saya merasa beliaupun sudah melakukan apa yang beliau seharusnya lakukan, setidaknya sampai hari ini.


Konflik saya tentang Islam

Dari masa saya bersekolah, selama bertahun-tahun saya mengalami diskriminasi dari orang-orang yang sudahlah senior, mayoritas pula. Mungkin tidak disadari oleh orang-orang di sekitar saya yang juga mayoritas. Kalau mengorek-ngorek sakit hati saya, saya sangat rentan provokasi. Tapi saya sudah selesai dengan itu semua, khusunya sejak momen-momen 2 tahun lalu lewat komunitas yang bernama Gerakan Mari Berbagi, yang saya ceritakan di sini dan di sini. Saya sudah berdamai dan sudah move on. Ah, apa betul ya? 

Ketika sebagian orang bangga akan kesatuan umat yang turun saat 411. Sebaliknya, saya mengamati teman-teman saya yang sama-sama Muslim berdebat tentang pendapat mereka cukup panas. Beberapa ternyata juga gelisah tentang wajah Islam atau juga agama secara umum yang ditampilkan lewat fenomena ini. 

Yang paling membuat saya ikut sedih, tiba-tiba seorang teman kirim pesan begini:
"Apa aku salah kalo aku ga setuju ama tindakan itu, kok banyak orang sampe segitunya, apa agama aku jelek, tapi hati nurani bilang ga bisa ngejudge ahok ampe segitunya, (bahkan ngejudge salah yang demo pun apa harus nya jangan) ðŸ˜ž sedih" 

Jadi kembali, ke pertanyaan semula, apakah saya jadi memandang Islam itu jelek setelah semua ini? 
Jawabannya tegas: TIDAK. 

Saya harus berterima kasih kepada teman-teman Muslim yang masih berteman baik dengan saya, melalui teman-teman ini membantu saya berdamai juga dengan diri sendiri. Buat saya, pertemanan pribadi hari demi hari dengan mereka adalah 'dakwah' yang paling berarti, dimana saya merasakan damai melalui pertemanan dengan mereka. Bukan kah damai itu bukan sekedar judul, tagar, atau tulisan motivasi, melainkan harus dialami? 

Dalam tulisan ini, saya berulang-ulang menulis tentang hati dan damai dengan diri sendiri. Menurut saya, semua hal buruk di dunia ini terjadi karena kita belum berdamai dengan diri sendiri. Korupsi terjadi karena tidak berhasil bedamai dengan kepuasan diri. Pemerkosaan terjadi karena tidak berhasil berdamai dengan nafsu syahwat diri. Pembunuhan terjadi karena tidak berdamai dengan kedengkian hati. Permusuhan, iri, dendam, sakit hati terjadi karena tidak berdamai dengan harga diri sendiri.

411 adalah aksi damai. Semoga itu benar dan terus berlanjut hari demi hari. Terutama berdamai dengan diri sendiri. 

Jadi bagaimana dengan kamu, sudahkah berdamai dengan diri sendiri?

Damai di hati, damai di bumi :)