"Tak peduli itu di Pakistan atau di Indonesia, perasaan ibu terhadap anak tetaplah sebuah cinta yang berat sebelah.
Tanpa keluh kesah, tragedi itu dikuburnya, dilupakannya.
Sakit hatinya, kesedihannya, air matanya, hanya disimpannya seorang diri.
Selama itu pula, perasaan dan dukanya cuma berupa angin lalu buatmu.
Tak pernah kau pedulikan, senantiasa terlupakan.
Kau anggap dia selalu kuat, berhati baja.
Kau kira dia bakal selalu ada dan tetap ada untuk dirimu, untuk selama-lamanya.
Kau anggap dia selalu kuat, berhati baja.
Kau kira dia bakal selalu ada dan tetap ada untuk dirimu, untuk selama-lamanya.
Ya, kau. Sungguh kau durhaka.
Kau menangis.
Tidakkan ini sudah terlambat?
Kau menyesal tak pernah mengenalinya.
Kau menyesal tak pernah mengenalinya.
Kau bahkan tak pernah kenal dirimu sendiri."
(Titik Nol, hal 358)
No comments:
Post a Comment