Pages

Sunday 16 April 2017

Bahagia dan Teman Jiwa

Setelah pengalaman kurang menyenangkan di malam hari, aku bangun cukup pagi agar bisa menggunakan kamar mandi (dimana aku harus berbagi dengan 9 orang roomate lainnya) dengan leluasa. Untungnya, barang-barangku sudah ku packing ulang di rucksack biru kesayanganku, sehingga selesai mandi aku langsung bisa meninggalkan kamar hostel dan menikmati sarapan di ruang makan. 

Aku agak kecewa karena selama sarapan tak ada tamu atau siapapun yang bisa aku ajak bicara. Ya, memang aku sedang travel sendirian, tapi biasanya sangatlah mudah menemukan teman (setidaknya teman bicara) di ruang makan, apalagi di hostel backpacker seperti ini. Akhirnya kupilih, peta kota untuk para turis yang tersedia di meja resepsionis sebagai teman makanku pagi itu. Kebetulan (atau parahnya), aku belum menentukan kemana aku akan pergi pagi itu. Sialnya, aku sangat bodoh dalam membaca peta! Ugh! 

Terpujilah orang-orang yang menciptakan aplikasi Google Trip! Penyelamat untuk para backpacker yang malam membuat itinerary sepertiku, sekaligus makhluk dengan kemampuan jongkok dalam membaca peta dan mengingat jalan. Jari-jariku menyentuh-nyentuh layar telepon pintarku, seirama dengan mulutku yang mengunyah roti tawar dengan selai kacang. Alih-alih mencari informasi tempat-tempat iconic di kota Amsterdam, kucari informasi tempat atau kegiatan yang disukai orang lokal.

Aha! Flee market dan second-hand book market! Buku, barang bekas, dan pasar! 3 kata kiriman dari surga buatku. Ku tandai tempatnya di googlemaps-ku dan aku siap berpetualang. Ku selesaikan teh hangatku, pakai coat, gendong rucksack, dan ku langkahkan kaki ke luar hostel! 

Melangkah, terus melangkah membuat badanku sedikit hangat. Tapi pipiku diterpa udara dingin Eropa di bulan Desember. Sekali-sekali kulilitkan scarf-ku di pipi sampai menutupi mulut. Setengah jam sudah aku berjalan, tapi tempat yang kutuju belum juga tiba. Yang konsisten dari pemandanganku selama perjalanan adalah orang-orang bersepeda dan kanal-kanal. Ugh, aku jadi teringat satu lagi kelemahanku. Aku tak bisa mengendarai sepeda. Aku ulangi. AKU TIDAK BISA MENGENDARAI SEPEDA! Hiks! 

Kuperiksa google maps ku, ah ternyata si pasar buku bekas tinggal 3 menit dari pijakan kakiku saat itu. Aku bersemangat melewati gang-gang bangunan yang kebanyakan miring di kota Amsterdam. Bangunanya miring karena terjadi pergeseran tanah dan ajaibnya rumah dan bangunan di sana tidak roboh. 

Tak lama kemudian, aku lihat ada tenda-tenda yang kupikir pastilah si pasar kaget tempat orang-orang menjual buku bekas. Ku dekati tenda-tenda itu dan benar saja sepanjang jalan tersebut telihat banyak sekali orang menjajakan buku di meja-meja. Sementara ada meja-meja kecil di jalan utama di antara stand-stand tersebut di mana para kakek-nenek yang menjual buku duduk-duduk menikmati kopi sambil bercengkrama. AH, BENERAN INI SURGA! 

Ku susuri setiap stand dan menikmati warna kecoklatan, design cover, judul, dan bahasa dari buku-buku itu. Cantik-cantik sekali! Untungnya aku sedang backpackeran dan tidak punya banyak space untuk membaca banyak buku. Aku singgah di sebuah tenda yang menjajakan kartu pos jadul dari museum-museum. Aku lihat satu persatu dan ku ambil 2 di antaranya. Setelah memutuskan mana yang akan kubeli, aku celingak celinguk mencari si penjual. Oh ternyata dia sedang melayani pengunjung lain. 

Seperginya pengunjung itu, Kakek yang kira-kira berumur 75 tahunan ini menyapa:
"Can I help you, Dear?"

"Oh, how much does it cost?" aku bertanya sambil menyodorkan 2 kartu pos.

"Keep it in your pocket!" katanya.

"Scuse me?!"aku kaget. 

"Yeah, just keep it in your pocket, it's free for you!" dia meyakinkan.

OH TUHAN! Aku senang bukan kepalang! Kebahagian besar dapat barang unik gratis di negeri orang terutama buat wisatawan kere sepertiku.

"Oh, thank you very much! Thank you!" kataku berulang-ulang.
"You are welcome!" kata si Kakek.

Aku tinggalkan tendanya dengan salah tingkah dan speechless. Ah, lalu aku teringat aku membawa souvenir pembatas buku wayang. Daaaan...aku ingin bertanya pada Kakek ini tentang pandangannya tentang kebahagiaan. Pasti menarik, pikirku.

Aku kembali ke tendanya.

"Excuse me, Sir. I think I'd like to give you something in return. I've got these little souvenirs from Indonesia and these are for you." aku memberikan 2 pembatas buku.

"Oh, this is Wayang!" katanya.

"You know Wayang?" kataku antara kaget, berbunga-bunga, dan salah tingkah. Sakin groginya, aku lupa tanya kenapa dia bisa tahu. Aku langung meluncurkan target keduaku.

"Anyway Sir, can ask you a favor? I asked some people thought about happiness during my journey. Do you mind to tell me yours? Like, what is the most important thing for you?"

"Oh, yes of course. My wife. Without my wife, I would be very unhappy. And with her, I'm happy. She thinks of me!"

Aku deg-degan mendengar jawaban tulus dari si Bapak.

Jadi, salah satu kebahagiaan menurut orang yang aku temui adalah teman jiwa! Aku berusaha menerima jawabannya apa adanya, tidak menilai dan mengkritisi. Bukankan kebahagiaan tiap orang berbeda-beda?

Mau tahu, apa pendapat orang-orang lainnya tentang kebahagiaan? 

Wait till next story! :)


No comments:

Post a Comment