Pages

Tuesday 21 August 2012

Ketidakmerdekaan di tengah Kemerdekaan


Sehari setelah perayaan kemerdekaan Bangsa Indonesia, gue menemukan fakta bahwa ada banyak penjajahan yang sedang kita alami saat ini. Dulu gue cuma denger lewat berita-berita dan saking seringnya udah nganggap itu klise aja. Tapi kali ini gue bener-bener tersentak karena gue melihat dengan mata kepala gue sendiri. Ada 2 kisah yang gue lihat langsung.

Pertama, sebuah keluarga dengan anggota ayah, ibu, dan 4 anak perempuan. Rumah mereka di sebelah tenggara rumah tante gue. Si  Ayah seorang pelaut, yang sepertinya sudah lama tidak pergi melaut. Anak sulung bernama Aziza. Mereka jarang sekali keluar rumah. Suatu kali tante gue cerita kalau ternyata si Aziza pernah dibotakin oleh Ayahnya dan dipaksa memakai jilbab. Umur Aziza masih sekitar 7 tahun. Ngilu banget denger ceritanya. Ternyata ga cuma itu, Ayah Aziza juga sering memukuli Ibu Aziza. Parahnya, ini didengar oleh anak-anak tetangga mereka. Kebayang ga sih? Gue sih agak ‘tidak peduli’ dengan Ayah dan Ibu Aziza. Yah, menurut gue itu konsekuensi persiapan dan pengenalan mereka sebelum menikah. 

Yang membuat gue takut adalah anak-anak. Aziza dan adik-adiknya, juga anak-anak tetangga (Nita & Christine) yang mendengar KDRT yang terjadi di rumah Aziza. Gimana mereka bisa tumbuh dengan baik kalau orang tuanya begitu. Yang gue takutkan lagi adalah Aziza dan adik-adiknya kan semua perempuan, mereka bisa trauma dengan laki-laki nantinya. Tante bilang, itu kenapa Tuhan kasih anak perempuan semua ke keluarga mereka, supaya ayah Aziza tahu gimana menghargai perempuan.

Cerita kedua berasal dari keluarta tetangga Aziza, yaitu Nita dan Christine. Nita kelas 4 SD dan Christine kelas 1 SD. Mereka ini anak-anak yang cukup cerdas dan ramah. Sayang, ayah mereka masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Di komplek perumahan itu, ada anak-anak dari keluarga lain yang berkecukupan (Jessica, Nunga, Aulia) tapi anak-anak ini sepertinya tidak dididik dengan baik oleh orang tuanya. Mereka sering berkata kasar, angkuh, dan merendahkan orang lain. Suatu hari, Nita pernah bercerita sambil menangis ke tante. Nita bilang dia dikatai ‘miskin’ oleh Jessica.  Gilaaakk!! Gue pikir, ini cuma ada di sinetron-sinetron!! Kesian deh si Nita dan Christine. Sejak itu, mereka ga pernah main dengan Jessica dan adik-adiknya. Itu baru 1 “ketidakmerdekaan” yang dialami Nita dan Christine.

Malam harinya, gue sengaja buka pintu samping rumah tante. Tiba-tiba si Nita dateng dan bilang “ Kak, mau ngajarin aku PR IPA ga?” Yah, gue dalam otak yang mikir “apa sih IPA kelas 4 SD, pasti gampang” langsung aja nyeplos “ya udah Nit, kerjain di sini aja Prnya”. Lalu dengan semangat si Nita pulang ambil buku dan alat tulisnya. 

Jeng-jeeeeng....yang dibawa cuma tempat pensil dan 1 buah LKS. Ya udah deh pikir gue ga masalah. Dengan semangat dia kasih lihat PR-nya. “Kak, PR aku dari sini sampe sini.” Dengan tenang gue baca pertanyaannya satu-satu daaaann sambil nelen ludah, gue ngomong dalem hati “buset, soalnya tentang tulang, rangka, dan penyakit-penyakitnya.”  Gue ga nyangka soalnya sesusah itu. Spontan gue tanya “Buku paketnya mana Nit?”  Terus si Nita jawab “Ga ada kak, mama belum punya uang buat beli buku paketnya. Bukunya mahal Kak, satunya aja 45 ribu.”

Nyeseeeekkkk meeennnn!!!! Gue inget banget pas gue sekolah nyokap langsung nanya list buku yang dipake di sekolahan pas minggu-minggu pertama masuk semester baru. Nyokap bilang ga akan bisa pinter kalo ga punya buku.  Hadeeuuhhh, waktu itu gue langsung nahan emosi dan tetep stay cool. “Ya udah, kamu baca dulu di ringkasan depannya ya”.  Berkat pengetahuan gue yang luas (padahal jawabannya nanya ke tante yang emang orang kesehatan) dan emang dasar Nita yang cerdas dan mau diajarin trik menjawab pertanyaan, akhirnya PR tentang tulang belulang selesai juga malam itu.

Sepulangnya Nita ke rumahnya, pikiran gue melayang-layang.. Ya ampun untuk anak –anak seperti Nita yang sebenernya cerdas ada kemerdekaan untuk belajar ga ya? Buku aja ga punya. Orang tua mereka juga terbatas sekali untuk pengetahuan, mereka bahkan ga bisa mengandalkan orang tuanya untuk mengajarkan pelajaran SD. Fyi, ibunya Nita ternyata tidak bisa melihat/membaca jam. Pikir gue, gimana nanti kalau anak-anak ini sudah SMP. Kalau kondisinya masih sama, gimana bisa maju? Kalau anak-anak ini ga maju, gimana mereka bisa keluar dari kondisi yang seperti ini? Yah lingkaran setan..

Well, itulah beberapa ‘ketidakmerdekaan’ yang gue temui langsung di masa peringatan kemerdekaan ini. Gue tiba-tiba teringat salah satu twit dari UNICEF (UNICEF Indonesia kalo ga salah), yang bertanya ‘’What is your promise for children?”

No comments:

Post a Comment